Sejarah
dan Asal Usul Tari Kecak Bali
Pada tahun 1300an
tarian Kecak diciptakan oleh seorang seniman Bali bernama Wayan Limbak. Limbak
kemudian mempopulerkan tarian ini hingga ke luar negeri dengan bantuan seorang
pelukis asal Jerman yaitu Walter Spies.Tarian ini diangkat oleh Limbak dan
Walter dari tradisi Sanghyang dan bagian-bagian dari kisah Ramayana. Asal mula
nama tarian ini adalah ucapan para penarinya yang meneriakkan kata
‘cak-cak-cak’ saat menari. Dari situlah kemudian tarian ini dinamakan Tari
Kecak.
Selain ucapan sang
penari, nama tarian ini juga didukung dari kerincingan ornamen yang dipakai
oleh para penari di pergelangan kaki mereka. Sehingga akan menimbulkan suara
yang khas dengan tarian Kecak.Gerakan tangan yang disajikan para penari ini
sejatinya menghadirkan sebuah cerita Ramayana yaitu para peristiwa Dewi Shinta
diculik oleh Rahwana. Kisah itu ditunjukkan hingga akhir tarian yang
menceritakan pembebasan Dewi Shinta.
Hingga kini perkembangan dar cerita tarian Kecak masih bisa kita saksikan dalam pertunjukan-pertunjukan yang sering digelar di wisata Pulau Bali.
TARIAN YANG SAKRAL
Tari Kecak biasa disebut
Tari Cak atau tari api. Tarian ini merupakan tarian pertunjukkan
hiburan masal yang menggambarkan seni peran dan tidak diiringi oleh alat
musik atau gamelan. Namun, hanya diiringi oleh paduan suara sekelompok penari
laki-laki berjumlah sekitar 70 orang yang berbaris melingkar memakai kain
penutup kotak-kotak berbentuk papan catur. Tarian ini sangat sakral, terlihat
dari penarinya yang terbakar api, namun mengalami kekebalan dan tidak terbakar.
Tari Kecak juga sering
disebut Tari Sanghyang yang dipertunjukkan sewaktu-waktu untuk upacara
keagamaan. Penari biasanya kemasukan roh dan bisa berkomunikasi dengan para dewa
atau para leluhur yang telah disucikan. Penari tersebut dijadikan sebagai media
untuk menyatakan sabda-Nya. Saat kerasukan, mereka juga akan melakukan tindakan
yang di luar dugaan, seperti melakukan gerakan berbahaya atau mengeluarkan
suara yang mereka tidak pernah keluarkan sebelumnya.
ASAL MULA NAMA KECAK
Wayan Limbak merupakan sosok
yang menciptakan Tari Kecak. Pada tahun 1930, Limbak sudah mempopulerkan tarian
ini ke mancanegara dan dibantu oleh Walter Spies, pelukis asal Jerman. Para
penari laki-laki yang menari kecak akan meneriakkan kata ‘cak cak cak’. Dari
situlah nama Kecak tercipta. Selain teriakan tersebut, alunan musik Tari Kecak
juga berasal dari suara kincringan yang diikatkan pada kaki penari pemeran
tokoh-tokoh Ramayana.
Di dalam lingkaran, para
penari lainnnya beraksi. Mereka memainkan tarian yang diambil dari episode
cerita Ramayana yang berusaha menyelamatkan Shinta dari tangan jahat Rahwana.
Tak jarang, Tari Kecak juga melibatkan pengunjung yang tengah menonton aksi
tarian tersebut.
MEMILIKI BANYAK FUNGSI DAN PESAN MORAL
1. MENGANDUNG NILAI SENI TINGGI
Meskipun nggak diiringi
musik atau gamelan, tapi Tari Kecak tetap terlihat indah dan kompak. Gerakan
yang dibuat para penarinya bisa tetap seirama! Itulah yang membuatnya bernilai
seni tinggi dan dicintai oleh para turis. Meskipun turis yang menonton Tari
Kecak bukan beragama Hindu, namun mereka tetap senang menonton Tari Kecak.
Rasanya seperti ada yang kurang kalau ke Bali nggak nonton Tari Kecak!
2. BELAJAR MENGANDALKAN KEKUATAN TUHAN
Di Tari Kecak, ada adegan di
mana Rama meminta pertolongan pada Dewata. Hal itu membuktikan bahwa Rama
memercayai kekuatan Tuhan untuk menolomg dirinya. Tari Kecak juga dipercaya
sebagai salah satu ritual untuk memanggil dewi yang bisa mengusir penyakit dan
melindungi warga dan kekuatan jahat. Dewi yang biasanya dipanggil dalam ritual
tersebut adalah Dewi Suprabha atau Tilotama.
3. BANYAK PESAN MORAL
Tari Kecak memiliki cerita
mendalam dan menyampaikan pesan moral untuk penontonnya. Seperti, kesetiaan
Shinta pada suaminya Rama. Juga Burung Garuda yang rela mengorbankan sayapnya
demi menyelamatkan Shinta dari cengkeraman Rahwana. Dari cerita itu, kita juga
diajarkan agar tidak memiliki sifat buruk seperti Rahwana yang serakah dan suka
mengambil milik orang lain secara paksa.
0 komentar:
Posting Komentar