Salah satu sanggar yang ada di kuningan. Sanggar ini merupakan yang memfokuskan untuk anak didiknya mempunyai bakat tari. Banyak tarian yang diajarkan di sanggar ini. Selain tarian, disini juga diajarkan musik gamelan, sinden, dll. Sanggar ini sudah dipercaya untuk mengiring upacara adat, biasanya untuk diacara pernikahan

Rabu, 15 Januari 2020

Sejarah Wayang Kila ( Kidung Lakbok)



Nama ‘Lakbok’ mungkin masih asing di sebagian telinga masyarakat luar Ciamis. Lakbok merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat bagian Timur, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Lakbok memiliki 10 desa, diantaranya Desa Baregbeg, Desa Cintajaya, Desa Cintaratu, Desa Kalapasawit, Desa Kertajaya, Desa Puloerang, Desa Sidaharja, Desa Sindangangin, Desa Sukanagara, dan Desa Tambakerja. Nama Lakbok ini sering diartikan oleh masyarakat Ciamis yaitu “Bisa melak tapi teu bisa ngalebok”. Konon karena dahulu Lakbok sering banjir sehingga apa yang mereka tanam tidak bisa mereka panen.

Pada sekitar tahun 1920-an Lakbok merupakan kawasan luas yang terdiri atas rimba lebat dan hamparan lahan yang selalu digenangi air. Tempat tersebut menjadi habitat hewan-hewan buas. Meski demikian, di wilayah lakbok sebenarnya terdapat berbagai lokasi yang bisa dimanfaatkan untuk aktivitas pertanian. Kawasan tersebut awalnya berada di bawah pemerintahan Kabupaten Sukapura (yang pada tahun 1931 berubah menjadi Tasikmalaya). Inisiatif pembukaan kawasan lakbok berasal dari Dalem R.A.A. Wiratanuningrat, bupati Sukapura (Tasikmalaya) ke-14 yang berkuasa pada tahun 1908-1937. Bupati selalu melakukan survey sebelum ia melakukan tindakan. Pembukaan kawasan dimulai dengan pengeringan rawa-rawa. Selanjutnya diadakan pembuatan selokan kecil untuk mengalirkan air genangan ke wilayah cilacap.

Tahun 1926 Dalem R.A.A. Wiratanuningrat mendapat laporan bahwa pohon-pohon di kawasan hutan lakbok ditebang secara illegal oleh masyarakat, padahal kawasan tersebut adalah kawasan hutan Negara. Akhirnya Dalem R.A.A. Wiratanuningrat melakukan langkah yang bijaksana dan mendapat tanggapan baik dari masyarakat Lakbok. Masyarakat yang tadinya takut mendapat hukuman, akhirnya beramai-ramai mengajukan izin pengelolaan tanah Negara. Beberapa waktu kemudian tanah tersebut menjadi hak milik penggarap dan dikenal dengan tanah ‘Cap Singa’. Kabar tentang tanah tersebut menyebar sampai ke Jawa Tengah, dan perlahan banyak masyarakat yang menduduki wilayah lakbok.

Di tengah-tengah mulai padatnya penduduk yang mendiami wilayah Lakbok, tiba-tiba terdengar kabar bahwa tiga orang terluka di wilayah Hutan Cimadang. Seeekor harimau yang diduga terdesak tempat hidupnya dan tersesat di hutan yang salah menyerang penduduk. Akhirnya Camat Padaherang mengerahkan semua warganya untuk menangkap harimau tersebut. Berbgai cara dilakukan oleh warga, seperti membuat bunyi-bunyian keras yaitu kentongan dan sorak-sorai untuk menakuti sang raja hutan. Harimau tersebut pun keluar menampakkan dirinya dari persembunyiannya. Warga langsung mengepung dan harimau tersebut tewas di tangan para warga.

Kegembiraan warga terlihat, warga membawa bangkai harimau tersebut dan diarak keliling kampong untuk membuktikan bahwa harimau yang memakan korban itu telah mati. Rombongan pembawa bangkai harimau juga diiringi tabuhan kesenian ‘dog-dog’. Sorak-sorai rombongan juga melengkapi acara tersebut. Kisah perburuan harimau ini tercantum dalam naskah “Ngabukbak Lakbok” karya R. Muh. Sabri Wiraatmadja yang isinya menggunakan versi Bahasa Sunda.

Suatu hari Bupati Ciamis menyatakan kepada para warga yang telah memiliki hak tanah, harus mematuhi beberapa aturan yang telah dibuat jika ingin memiliki hak tanah tersebut, yaitu harus menyesuaikan diri dengan adat istiadat orang Sunda, tanah yang sudah menjadi hak milik tidak boleh dijual dan harus dipelihara, dan mereka harus menjadi petani yang rajin dan taat pada hukum negara. Kehidupan masyarakat lakbok pun perlahan membuahkan hasil terutama di bidang pertanian. Mereka melakukan acara kenduri dan selamatan.sebagai ucapan syukur.

Selain keberhasilan Bupati R.A.A. Wiratanuningrat dalam membangun lakbok, beliau juga dikenal masyarakat sebagai orang memiliki kelebihan yaitu memounyai hubungan khusus dengan roh halus yang disebut Onom dan sering didatangi banyak orang untuk ajang ngalap berkah. Bentuk hubungan khusu ini misalnya ketika ada acara hajat di pendopo, bupati selalu memberikan hidangan khusus yang ditutupi daun pohon kelapa, letaknya di sebuah ruangan belakang pendopo Ciamis. Hubungan Onom dengan Bupati Ciamis dan keturunannya terus berlangsung dan menjadi bagian kepercayaan masyarakat Ciamis. Onom seolah menjadi simbol magis bagi sebagian warga Ciamis.

Dibalik kisah tentang Onom, ternyata salah satu kecamatan di Ciamis ini yaitu Kecamatan Lakbok memiliki banyak kesenian, baik Kesenian Tradisional Sunda maupun Kesenian Tradisional Jawa, hal ini karena letaknya yang geografis. Kesenian tersebut diantaranya Tari Jaipong, Angklung, Calung, Ebeg (Kuda Lumping), dan Ketoprak. Namun ada kesenian yang menjadi tradisi tahunan dan merupakan warisan, yang harus dijaga dan dikembangkan oleh semua masyarakat Indonesia khsususnya masyarakat Lakbok yaitu Wayang Kila (Kidung Lakbok). Tradisi tahunan dilaksanakan dalam acara ruwatan.

Wayang Kila pertama kali dipentaskan pada hari Minggu, 15 November 2015, bertempat di Lapangan Desa Sukanagara, Kecamatan Lakbok, Kabupaten Ciamis. Pementasan wayang tersebut dipimpin oleh Ki Dalang Dian Herdiana. Wayang Kila ini memiliki dua pertunjukan, yaitu sebagai acara pembukaan peristiwa sakral sebagai bentuk persembahan budaya kepada Sangyang Asri (Nyi Pohaci) dan pertunjukan pengiring untuk acara atau prosesi. Selain itu, Wayang Kila memiliki beberapa unsur yaitu: pertama boneka terbuat dari jerami, kedua yang memainkan wayang adalah dalang dan menyanyikan lagu-lagu khas lakbok, ketiga adanya barongan hewan yang ada hubungannya dengan nasi dan terbuat dari jerami, dan yang keempat musik pengiringnya menggunakan kokoplak, bangbaraan, drum, dan suara para pemain (ngabeluk dan kawih).

Pertunjukan Wayang Kila menceritakan tentang sejarah Kecamatan Lakbok. Dalang selalu memerankan tokoh Sanghyang Dewi Sri, yang dalam artian Sri adalah padi. Cerita ini mengingatkkan bahwa Lakbok dahulunya adalah kerajaan yang mempunyai tanah yang subur dan makmur. Hamparan sawahnya yang luas dan tanahnya yang subur, kini menjadikan lakbok dikenal sebagai lumbung padi Kabupaten Ciamis.

Wayang kila ini memiliki 2 pertunjukan, yaitu sebagai acara pembukaan - peristiwa sakral dan pertunjukan sebagai pengiring untuk acara atau prosesi. Wayang Kila menunjukkan Helaran (prosesi) memiliki unsur tidak jauh berbeda dari yang digunakan untuk acara-acara sakral.

Wayang Kila memiliki beberapa unsur, yaitu :
1. boneka terbuat dari jerami,
2. dalang yang memainkan wayang dan nyanyian lagu Lakbok,
3. Barongan Hewan yang ada hubungannya dengan nasi dan terbuat dari jerami.
4. Musik pengiringnya menggunakan kokoplak, bangbaraan, drum dan suara para pemain (Ngabeluk dan kawih)  

Sementara itu, kesenian ini diselenggarakan untuk acara arak-arakan yang tidak jauh beda unsurnya dengan acara sakral. Di pementasan ini, diharapkan setiap pihak ikut mendukung dan membantu demi terealisasinya kesenian Wayang Kila, hingga menjadi kesenian asli dari daerah Lakbok dan menjadi ikon Kecamatan Lakbok, Kabupaten Ciamis. Untuk melestarikan kesenian ini agar tidak tergerus oleh kemajuan jaman, pemerintah kabupaten Ciamis melestarikan dalam pertunjukan kesenian sebagai kegiatan tahunan, agar bisa lebih dikenal masyarakat.


Share:

0 komentar:

Posting Komentar

BTemplates.com

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

TATA RIAS, KOSTUM, dan PENGIRING TARI JAIPONG

1. Tata Rias Tata rias yang digunakan untuk wajah tidak terlalu mencolok namun yang membuat mencolok yaitu mengenakan kebaya w...